Rindu Umat Islam Bersatu (Part I)

By Ahmad Alfajar - 13.56



Begitulah ungkapan seorang ustadz saat penulis bersama seorang saudara mengikuti Itikaf di Mesjid Bank Indonesia di Jakarta. Shubuh itu beliau menyampaikan  materi tentang kondisi umat Islam saat ini. Ternyata mengapa saudara kita di Rohinga dan beberapa daerah lainnya sampai terlibat kekerasan oleh warga negara mereka sendiri bahkan pemerintahnya pun sampai ikut campur adalah merupakan sebuah Grand Design dari kolonial atau penjajah dahulu.

Coba kita telaah. Wilayah Rohinga di Myanmar adalah satu-satunya daerah yang berbeda dengan daerah lainnya di Myanmar. Penduduknya mayoritas muslim, berbahasa urdu, dan bukan merupakan kaum asli Myanmar dan terletak di perbatasan. Lalu mengapa bisa bergabung dalam wilayah negara Myanmar? Kemudian begitupun dengan daerah patani dan daerah lainnya di Thailand. Daerah yang mayoritas muslim di Thailand, bersuku melayu dan berbagai macam perbedaan lainnya. Juga sama. Mengapa daerah patani yang berada di perbatasan atau bagian paling selatan Thailand ini bergabung dalam negara yang dijuluki negara Gajah Putih ini?

Anda tahu mengapa. Inilah yang sudah dirancang oleh para kolonial Inggris, portugis, dan negara penjajah lainnya. Mereka hendak membuat konflik jangka panjang atas dasar budaya, suku, dan agama. Lambat laun perbedaan yang dimiliki oleh daerah Rohinga di Myanmar dan Patani di Thailand juga akan menjadi penyebab dari konflik ini. Lihat bagaimana saudara-saudara kita disana diperlakukan dengan tidak berprikemanusiaan. Keimanan menjadi taruhan yang harus dipertahankan meski darah bercucuran di tubuh. Sudah banyak airmata ketegaran dan kesabaran yang mereka habiskan.


Lantas disaat yang sama umat islam lainnya sedang disibukkan dengan kepentingan mereka sendiri. Parahnya, mereka malah bertengkar antar sesama umat islam sedang saudara seiman dan seaqidah mereka sedang berjuang mempertahankan kalimat Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhasu anna muhammadar rasulullah di hati dan lisan mereka. Inikah yang telah kita perbuat?

Memang sama-sama kita pahami bahwa telah terjadi perbedaan dalam tubuh islam itu sendiri. Ada yang mengatasnamakan diri mereka Tarbiyah, HTI, Salafi, IMM, dan banyak lainnya. Terlepas apakah itu ormas ataupun sebuah gerakan. Perbedaan ini bisa terjadi karena pemahaman cara pandang terhadap islam itu sendiri dan yang perlu kita sadari bersama adalah perbedaan itu masih dalam ruang cabang atau furu' bukan tentang aqidah dan hal yang mendasar. Jika berbeda dalam hal aqidah tentu ini sudah menyimpang dalam islam dan silahkan untuk ditinggalkan.

Kembali ke pembahasan sebelumnya. Banyaknya pola atau metode gerakan dalam islam ini membuat ruang terjadinya saling tuding, fitnah dan bahkan menjudge kalau saudara seimannya dikatakan sesat, melenceng dari syariat dan sangkaan lainnya. Tentu ini akan menimbulkan jurang antar sesama umat islam. Lantas kapan kita akan membicarakan persatuan kalau perbedaan menjadi hal yang memisahkan kita. Mengapa tidak persamaan yang ada yang akan kita rundingkan dan duduk bersama dalam satu majlis. Satu hal yang menjadi cita-cita kita dan tidak ada satupun yang berani menyangkalnya adalah amar ma'ruf nahi munkar.

Keyakinan saya dan tentu oleh semua mereka yang saat ini berada dalam sebuah gerakan atau ormas adalah keinginan kita agar islam menjadi rahmatan lil'alamin. Dengan masing-masing berdakwah dan menebarkan kebaikan sesuai dengan cara dan metode yang menurut mereka itu benar. Satu hal yang perlu kita garis bawahi adalah "Semua gerakan itu lahir dan adanya adalah karena kepekaan hati mereka untuk membawa manusia kepada Allah. Mereka ada melalui proses yang panjang tidak serta merta.Mereka berjuang atas dasar pemahaman yang telah mereka temukan dengan pengorbanan yang tinggi, mencari kebenaran tentang islam dan hakikat manusia. Mereka ada setelah merumuskan konsep islam yang telah Allah tunjukkan ke dalam jiwa mereka kepada metode yang mereka buat. Mereka lahir tidak untuk ambisi pribadi tapi hanya untuk Ilahi".

Lalu mengapa kita masih saja menyalahkan saudara seiman kita. Bukankah kebenaran itu hanya milik Allah. Kita manusia dituntut untuk berikhtiar dan ketika hasil dari ikhtiar kita berbeda dengan yang lain mengapa kita menyalahkannya. Apakah kita menganggap kita yang paling benar?

Contoh yang saat ini bisa kita temukan adalah ustadz dari gerakan lain biasanya jarang diundang oleh gerakan lainnya. Benarkah demikian. Silahkan cek di lapangan. Itu masih satu contoh di samping contoh lainnya. So, apa yang harus kita lakukan? Let's continue to other moment, oke...



  • Share:

You Might Also Like

0 komentar